rss

Chating ala Cbox

Chating


ShoutMix chat widget

About Me

Foto saya
Samarinda city, Kalimanatan timur, Indonesia
Berperasaan bersih berusaha agar setiap apapun selalu menjadi jalan untuk bisa merasakan Keagungan dan Kasih Sayang Allah Ta’ala. Hidup bagai anak panah yang melesat menuju sasaran yang pasti. Orang beriman sasarannya Allah Ta’ala. Kasih sayang siapapun adalah wujud kasih sayang Allah.

24 Februari 2010

Kisah Wezir yang Cemburu: Pangeran dan Hantu Pemakan Manusia

Pangeran dan Hantu Pemakan Manusia

Raja yang diceritakan tersebut memiliki seorang putra yang sangat dicintainya. Raja menugaskan seorang Wezir untuk menemaninya kemanapun ia pergi.

Suatu hari pangeran dan wezir pergi berburu ke hutan dengan ditemani serombongan kecil pengawal. Tiba-tiba seekor binatang buas muncul di hadapan mereka. Wezir berseru kepada pangeran, “kejar binatang itu!”
Maka pangeran mengejar binatang itu hingga tanpa ia sadari, ia telah terpisah dari rombongannya.

Binatang itu lari semakin cepat dan menghilang di tengah sabana. Saat itu barulah pangeran menyadari bahwa ia telah tersesat. Di tengah kebingungannya mencari jalan pulang, pangeran melihat seorang gadis yang sedang menangis. Ia menghampirinya dan bertanya siapakah ia.
“Aku adalah seorang putri raja dari India. Saat melewati padang sabana ini, tiba-tiba aku mengantuk dan tertidur sehingga aku jatuh dari kudaku. Begitu kerasnya aku terjatuh, hingga aku langsung tak sadarkan diri. Saat aku siuman, para pendampingku telah pergi dan aku tertinggal di sini,” katanya.

Pangeran merasa iba mendengarnya. Ia lalu membawanya bersamanya. Beberapa saat kemudian saat mereka melewati sebuah reruntuhan, gadis itu berkata, “Oh tuan, ijinkanlah aku untuk turun sebentar.”
Pangeran membantunya turun dan gadis itu segera menuju ke arah reruntuhan tersebut. Pangeran menunggu beberapa saat namun gadis itu tidak kunjung kembali. Karena khawatir terjadi sesuatu dengannya, maka ia memutuskan untuk menyusulnya.

Ia terkejut karena ternyata gadis itu tidak lain adalah hantu pemakan manusia. Ia mendengarnya berkata, “anak-anakku, hari ini aku membawakan kalian seorang pemuda yang gemuk.”
“Bawa kemari segera, oh ibu. Kami sudah tidak sabar untuk memakannya,” kata hantu lainnya.

Pangeran gemetar ketakutan. Ia merasa dia tak akan sanggup melawan dan kali ini ia akan mati. Hantu wanita itu mendekati pangeran yang ketakutan.
“Mengapa kau ketakutan?” tanyanya.
“Aku memiliki musuh yang sangat aku takuti,” jawab pangeran.
“Bukankah kamu seorang pangeran?” tanyanya.
“Ya!”
“Kenapa tidak kau beri saja musuhmu itu uang, lalu berdamai dengannya?” tanyanya.
“Dia bukan tertarik pada uangku, yang ia inginkan hanyalah nyawaku! Aku ini adalah orang yang tak berdaya,” jawab pangeran.
“Kalau kau tidak berdaya, kenapa kau tidak berdoa kepada Alloh dan meminta pertolongan? Dia akan menolongmu menyingkirkan musuhmu itu!” katanya.

Pangeran segera menegadahkan tangannya dan berdoa, “Ya Alloh yang mengabulkan semua doa. Wahai Engkau yang dapat menghalau semua kajahatan, lindungilah aku. Dan jauhkanlah ia yang bermaksud buruk padaku. Karena hanya Engkaulah yang Maha Kuasa…”

Hantu itu tidak bisa lagi mendengar kelanjutan doa pangeran, karena sebuah kekuatan ghaib telah membuatnya menghilang dari hadapan pangeran. Maka pangeran pun bergegas pergi meninggalkan tempat itu dan pulang ke kerajaannya. Ia melaporkan peristiwa yang dialaminya.
Lalu raja memerintahkan untuk memeberikan hukuman yang berat kepada Wezir yang gagal melindungi putranya.



The Quran on Deep Seas and Internal Waves

Allah said in the Quran:
Or (the unbelievers' state) is like the darkness in a deep sea. It is covered by waves, above which are waves, above which are clouds. Darkness, one above another. If a man stretches out his hand, he cannot see it...
[Noble Quran 24:40]

This verse mentions the darkness found in deep seas and oceans, where if a man stretches out his hand, he cannot see it. The darkness in deep seas and oceans is found around a depth of 200 meters and below. At this depth, there is almost no light. Below a depth of 1,000 meters there is no light at all [Oceans Elder and Pernetta p.27].

Human beings are not able to dive more than forty meters without the aid of submarines or special equipment. Human beings cannot survive unaided in the deep dark part of the oceans, such as at a depth of 200 meters.

Scientists have recently discovered this darkness by means of special equipment and submarines that have enabled them to dive into the depths of the oceans.

We can also understand from the following sentences in the previous verse, "..in a deep sea. It is covered by waves, above which are waves, above which are clouds,..." that the deep waters of seas and oceans are covered by waves, and above these waves are other waves.

It is clear that the second set of waves are the surface waves that we see, because the verse mentions that above the second waves there are clouds. But what about the first waves? Scientists have recently discovered that there are internal waves which "occur on density interfaces between layers of different densities." [Oceanography, Gross, p. 205].

The internal waves cover the deep waters of seas and oceans because the deep waters have a higher density than the waters above them. Internal waves act like surface waves. They can also break just like surface waves. Internal waves cannot be seen by the human eye, but they can be detected by studying temperature or salinity changes at a given location.

Water covers so much of the earth and even mixes with the land in rivers and streams. Yet is there something keeping it from mixing with itself? What is contained in this mystery of separation of waters?

17 Februari 2010

Keikhlasan Cinta

keikhlasan cinta - istikharah
Ketika hati mu mulai berubah
Kaupun pergi meninggalkanku
Ku takkan memaksa agar kau kmbali padaku
Kutakkan memeinta yg tak mau kau berikan padaku
Karena yg kuberikan padamu adalah sesuatu yg tulus dan ikhlas
Kutak mengharap balasan atas apa yg yg tlah kuberi
Karna bagiku menyinta sama dengan memberi dgn ikhlas
Biarlah kuhapus cemburu demi bahagiamu
Kukan selalu berusaha tuk sll tersenyum tandanya ku tiada seteru
Kutakkan berduka ,karna yg yg ku harap bukanlah milikku
Moga kelak kudapat yg benar2 membutuhkan ku
Yg bisa kujadikan sejatiku
:::

15 Februari 2010

Bukan Romeo & Juliet (Kasihanilah Para Pecinta)


Kedua mahasiswa itu ternyata saling mencintai. Tak ada kata yang diungkapkan. Tapi cinta punya bahasanya sendiri yang lebih indah dari sekedar kata-kata. Sutau bahasa yang hanya dimengerti oleh mereka yang sedang jatuh cinta. Di kampus dan bangku kuliah itu cinta mereka bersemi. Di tengah kelas dan lembaran-lembaran kertas kuliah itu cinta mereka bertemu dengan bahasanya sendiri.

Tapi cinta pemuda aktivis dengan gadis inocent itu kandas. Kasih mereka tak sampai kepelaminan. Perbedaan manhaj dan harakah membuat keduanya tak bertemu. Pemuda itu tsiqah pada harakahnya. Ia hanya ingin menikah dengan gadis yang satu harakah dengannya. Tragis. Tragis sekali. Hanya karena berbeda harakah. Karena di hati siapapun cinta yang suci dan tulus seperti itu singgah, kita seharusnya mengasihi pemilik hati itu. Sebab itu perasaan yang luhur. Sebab perasaan yang luhur begitu adalah gejolak kemanusiaan yang direstui disisi Allah. Sebab karena direstui itulah Rasulullah SAW lantas bersabda, “Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sudah saling jatuh cinta kecuali pernikahan.”

Islam memang begitu. Sebab ia agama kemanusian. Sebab itu pula nilai-nilainya selalu ramah dan apresiatif terhadap semua gejolak jiwa manusia. Dan sebab cinta adalah perasaan kemanusian yang paling luhur, mengertilah kita mengapa ia mendapat ruang sangat luas dalam tata nilai Islam.

Itu karena Islam memahami betapa dahsyatnya goncangan jiwa yang dirasakan orang-orang yang sedang jatuh cinta. Tak ada tidur. Tak ada lelah. Tak ada takut. Tak ada jarak. Tak ada aral. Yang ada hanya hasrat, hanya tekad, hanya rindu, hanya puisi, hanya keindahan. Puisi adalah busur yang mengirimkan panah-panah asmara ke jantung hati sang kekasih. Rembulan adalah utusan hati yang membawa pesan kerinduan yang tak pernah lelah melawan waktu.

Dua jiwa yang sudah terpaut cinta akan tampak menyatu bagaikan api dengan panasnya, salju dengan dinginnya, laut dengan pantainya, rembulan dengan cahaya. Mungkin berlebihan atau mungkin memang begitu, tapi siapa pun yang melantunkan bait ini agaknya ia memang mewakili perasaan banyak arjuna yang sedang jatuh cinta : separoh nafasku terbang bersama dirimu.

Bisakah kita membayangkan betapa sakitnya sepasang jiwa yang dipautkan cinta lantas dipisah tradisi, status sosial, organisasi atau apa saja? Tragedi Zaenudin dan Hayati dalam Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, atau Qais dan Laila dalam Majnun Laila, terlalu miris. Sakit. Terlalu sakit. Karena di alam jiwa seharusnya itu mustahil. Tragedi cinta selamanya merupakan tragedi kemanusiaan. Sebab itu, kata Anis Matta, memisahkan pasangan suami istri yang saling mencintai adalah misi terbesar syetan. Sebab itu menjodohkan sepasang kekasih yang saling mencintai adalah tradisi kenabian.

Suatu ketika, pemuda itu bercerita padaku dengan matanya yang berbinar. “Bukan!” , katanya. “Aku bukan Romeo yang diperbudak oleh cinta hingga harus mati demi Juliet yang pura-pura mati. Aku bukan Qais yang menjadi gila karena Laila. Aku telah serahkan hidup ini untuk Allah dan dakwah ke jalanNya. Aku mencintai jamaah dakwah ini. Aku tak mungkin menyakiti jamaah dakwah ini dengan ikut andil membiarkan banyak akhwat yang tersisih dan menangis dalam penantian. Sedangkan ikhwannya justru memilih akhwat lain diluar jamaah.”

Kawan, aku tahu kau bukan Romeo. Aku tahu kau tak segila Qais. Aku hormati kecintaanmu pada dakwah. Tapi kau harus tahu tentang dirimu. Kau juga manusia. Perasaanmu juga perasaan yang dirasakan jutaan manusia dibelahan bumi yang lain. Apakah dakwahmu harus dengan yang satu harakah? Bukankah Islam rahmatan lil ‘alamin?

Kau bukan berada dalam pilihan dan perseteruan? Allah menguji hatimu sebagai jundiNya. Apakah kau mampu menempatkan Allah dalam istana hatimu atau kah dia, gadismu? Aku mampu melihat sorot matamu yang jujur. Tingkahmu yang menjaga kesucian. Dan keteguhanmu dalam memegang prinsip. Tapi tidak kawan. Tidak harus satu harakah. Tapi Rasulullah menganjurkan yang baik agamanya . Bukankah peradaban Islam itu dibangun melalui keluarga? Bukankah keluarga adalah batu-bata yang menyusunnya? Bukankah menyusunnya itu dengan merekatkan batu bata yang satu dengan yang lain? Bukankah itu semua harus ada unsur ukhuwah? Alangkah indahnya jika pernikahan yang berbeda harakah justru merekatkan ukhuwah antar harakah yang membinanya.

Untuk surplus akhwat dalam suatu jamaah, bukankah pernikahan berbeda harakah bisa jadi solusi? Wallahualam.

Sekarang jika gadismu itu seorang wanita shalihah, cerdas dan cantik sekaligus. Lalu ia mencintaimu? Apakah kau tak ingin menikahinya? Masihkah kau harus istikharah? Lalu berfatwalah pada hatimu?


KETIKA AKTIFIS DAKWAH JATUH CINTA


Suatu ketika dalam majelis koordinasi, seorang akhwat berkata kepada mas'ul dakwahnya, "Akhi, ana gak bisa lagi berinteraksi dengan akh Fulan." Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali ia menekan perasaannya. "Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi, dan... Afwan, terus terang juga tersinggung." Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu timbul tenggelam, "ikhwan itu mengatakan... ia jatuh cint a pada ana."

Mas'ul terbut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. "Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan,"

Sang mas'ul mencoba mene nangkan, terutama untuk dirinya sendiri.

"Afwan... ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berfikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit-banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen, dan me njadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini." Sang akhwat kini mulai tersedak terbata.

"Ya sudah... Ana berharap anti tetap istiqomah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini." Mas'ul itu membuat keputusan, "ana akan ajak bicara langsung akh Fulan."
Beberapa waktu berlalu, ketika akhirnya Mas'ul tersebut mendatangi Fulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, "Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu satu kesalahan?"

Sang Mas'ul berusaha menanggapinya searif mungkin. "Ana tidak menyalahkan perasaan antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah antum sudah siap ketika menyatakan perasaan it u. Apakah antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari antum. Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah antum menyampaikan ini kepada pembina antum untuk diseriuskan. Apakah antum sudah siap berkeluarga. Apakah antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari per-nyataan a ntum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah???" Mas'ul tersebut membuat penekanan substansial. "Akhi... bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron, atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansidakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT Petasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan".

Cinta Aktivis Dakwah
Bagaimana ketika perasaan i tu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?
Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rasulullah saw dan jalan meraih Ridho Allah SWT

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rasulu llah, dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya, dan berkahlah amal yang terwujud oleh perasaan cinta tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenanya jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara sederhana.

Ketika ikhwan mulai tergetar hatinya terhadap akhwat, dan demikian sebaliknya, ketika itulah cinta 'lain' muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang kita bahas kali ini. Ya itu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yang jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis, adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Suatu perasaan produktif'yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda Kartini, "...akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada di samping seorang laki-laki yang cakap... lebih banyak kata saya... daripada yang dapat saya usahakan sebagai perempuan yang berdiri sendiri..."

Cinta memiliki dua mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama, dan sisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yang sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta.' Jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan, adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.

Deklarasi Cinta
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta di atas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadian manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, seb agian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta di dewakan, dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa, dan eksploitasi ketujuran manusia. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan ke Surga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat di sana.

Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah berbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, buah dakwah yang kita gagas. Sudah banyak potret keluarga baru dalam masyarakat yang kita tampilkan. Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik 'asing' dalam dakwah kita. Wajah, warna, ekspresi, dan nuansa cinta kita masih terkesan 'misteri'. Pertanyaan sederhana, "Gimana sih, kok kamu bisa nikah dengannya, padahal kan baru kenal . Emang kamu cinta sama dia?", dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.

Pernyataan 'Nikah dulu Baru Pacaran' masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, "Bagaimana caranya, emang bisa?". Sangat sulit bagi masyar akat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi, dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wajah yang berbeda. Memberikan alternatif bagi masyarakat untuk melihat cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada Sang Penguasa. Cinta yang menjaga diri dari p enyimpangan, penyelewengan, dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak.

Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton, dan seabrek romantika yang berdiri di atas pengkhianatan terhadap nikmat, rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.

Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakat tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan kepada akhwa t, tentang perhatian seorang akhwat kepada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat, dan tentang landasan dan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak di buka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyettainya. Paling tidak gambaran besa r yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga dakwah hari ini.

Epilog
Setiap kita yang mengaku putra putri Islam, setiap kita yang berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fii sabilillah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapk an Rasulullah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang amanah dakwah kita. Dengan perasaan inilah kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.
Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong-menolong dalam kebaikan. Dengan cinta itu juga meteka menghiasi bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat tersebut dengan lahirnya anak-anak shaleh yang mem-beratkan bumi dengan kalimat Laa ilaaha illallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Jadi... sudah berani Jatuh Cinta...?

Wallahu 'alam.